Monday, December 1, 2008

Don't Forget the Heart Share

Don't Forget the Heart Share!: The SQ006 Case
EPA/SINGAPORE AIRLINE
Airbus A380 milik Singapore Airline terlihat pada gambar tertanggal 18 Maret. Salah satu dari tiga pesawat jenis ini, yang dimiliki maskapai Singapura tersebut, sedang dilarang terbang. Sejak Singapore Airline mengoperasikan pesawat seri A380 tahun 2007, sudah tiga kali masalah yang terjadi.
/
Artikel Terkait:

* The Hunt for the Pirates of the Caribbean: by Volvo
* Victoria's Secret Fashion Show: "The Glamour is Back!"
* Product (RED): The Bono Way to Save Africa
* It's not Selling anymore, It's Commercialization!
* BNI Gandeng 3 Perusahaan Asuransi

Hermawan Kartajaya
"Hermawan Kartajaya adalah pakar pemasaran dari Indonesia. Sejak tahun 2002, ia menjabat sebagai Presiden World Marketing Association (WMA) dan oleh The Chartered Institute of Marketing yang berkedudukan di Inggris (CIM-UK) ia dinobatkan sebagai salah satu dari "50 Gurus Who Have Shaped The Future of Marketing". Saat ini ia juga menjabat sebagai Presiden MarkPlus, Inc., perusahaan konsultan pemasaran yang dirintisnya sejak tahun 1989. Selain aktif menulis buku-buku seputar dunia bisnis dan pemasaran Indonesia maupun internasional, ia juga kerap diundang sebagai pembicara dalam berbagai forum di berbagai negara."
(Email : newwave@kompas.co.id)
Selasa, 25 November 2008 | 07:12 WIB

MASIH ingat musibah yang menimpa maskapai penerbangan Singapore Airlines (SQ) sekitar 8 tahun lalu? Ketika itu, tepatnya tanggal 31 Oktober 2000 sekitar pukul 11 malam waktu setempat, pesawat Singapore Airlines Flight 006 (SQ006) mengalami kecelakaan fatal di Bandara Chiang Kai-Shek, Taiwan. Pesawat dengan rute Singapura - Los Angeles via Taiwan ini berada di runway yang salah ketika hendak lepas landas. Pesawat ini menabrak sejumlah perlengkapan konstruksi, termasuk ekskavator dan buldozer, yang ada di runway tersebut.



Inilah kecelakaan fatal pertama yang dialami SQ. Musibah ini menghancurkan pesawat Boeing 747-412 itu serta menewaskan 83 orang yang terdiri dari 79 penumpang dan 4 awak kabin. Secara keseluruhan sendiri ada 159 penumpang dan 20 awak kabin di pesawat itu.



Sejumlah hal disebutkan menyebabkan kecelakaan ini. Adanya masalah human error serta hujan badai dan pencahayaan yang kurang di sekitar bandara menyebabkan pesawat tersebut berada di jalur yang salah.



Setelah kecelakaan itu terjadi, Deputy Chairman dan CEO Singapore Airlines, Dr. Cheong Choong Kong, langsung mengadakan jumpa pers. Acara ini disiarkan langsung oleh Channel News Asia, stasiun televisi dari Singapura.



Walaupun saat itu belum dilakukan penyelidikan, Dr. Cheong, yang tampak sangat kelelahan, menyatakan penyesalannya dan meminta maaf atas musibah yang terjadi. Ia bilang, apapun penyebabnya, pesawat itu adalah pesawat SQ. Ia tidak mencoba mencari-cari alasan atau menyalahkan pihak lain atas musibah yang terjadi.



Pada tanggal 4 November 2000, SQ juga langsung menawarkan semacam uang duka-cita kepada para korban. Keluarga korban yang meninggal masing-masing mendapatkan 400 ribu dollar AS, sementara yang selamat masing-masing mendapatkan 20 ribu dollar AS. Ini di luar biaya pengobatan bagi mereka yang luka-luka atau harus dirawat di rumah sakit.



Lalu, beberapa waktu kemudian, ketika mulai dilakukan penyelidikan, SQ juga bersikap sangat kooperatif dengan otoritas penegak hukum di Taiwan. SQ tidak berupaya menghalang-halangi pemeriksaan terhadap ketiga pilot SQ006.



Penanganan SQ pasca musibah ini pun mendapat pujian dari banyak kalangan. Mereka menyebut penanganan musibah SQ006 yang dipimpin langsung oleh Dr. Cheong tadi sebagai “nothing short of outstanding”.



Hasilnya bisa kita lihat sekarang. Reputasi SQ tidak terpengaruh dan tetap menjadi maskapai penerbangan nomor satu di dunia.



Nah, buat saya, ini menunjukkan bahwa SQ telah berhasil memenangkan heart share, bukan sekadar menjadi jawara di mind share dan market share.



Sebuah perusahaan bisa saja tidak menjadi top of mind lagi atau pangsa pasarnya agak menurun karena berbagai sebab. Namun, kalau sudah masuk ke hati pelanggan, hal seperti ini tidak akan berlangsung lama. Dalam jangka panjang, perusahaan tersebut tetap akan menjadi pilihan utama para pelanggan.



Perusahaan-perusahaan yang bisa survive dan terus berkembang di era New Wave Marketing seperti SQ ini memang bukan mengejar keuntungan jangka pendek, tetapi bertujuan untuk menciptakan customer value demi kepentingan relasi jangka panjang.



Value sendiri merupakan bagian ketiga dari konsep Pemasaran setelah Strategi dan Taktik. Kalau Strategi bertujuan untuk memenangkan mind share dan Taktik untuk memenangkan market share, maka Value ini bertujuan untuk memenangkan heart share.



Value ini terdiri dari tiga elemen, yaitu Brand, Servis, dan Proses (BSP). Brand atau merek merupakan value indicator yang memungkinkan perusahaan atau produk menghindari perangkap komoditas alias jadi punya nilai di mata pelanggan.



Sementara Servis adalah paradigma perusahaan untuk selalu memenuhi atau melampaui kebutuhan, keinginan, dan ekspetasi pelanggan. Servis inilah yang merupakan value enhancer dari perusahaan.



Dan elemen terakhir dari Value Pemasaran adalah Proses. Proses adalah value enabler perusahaan yang memungkinkannya untuk memberikan value kepada pelanggan.



Dari penanganan kasus SQ006 tadi, bisa kita lihat bahwa Servis dan Proses-nya berjalan dengan sangat baik sehingga Brand-nya tetap terjaga utuh walaupun sedang mengalami krisis.



Kepentingan pelanggan, dalam hal ini penumpang dan keluarganya, menjadi prioritas utama. Semua informasi yang dibutuhkan disediakan dengan cepat sehingga para keluarga tidak kebingungan. Proses pengeluaran dana juga dilakukan dengan cepat tanpa menunggu birokrasi yang bisa berbelit-belit.



Itulah peranan Value Pemasaran untuk memenangkan heart share.



Nah, kalau di era New Wave Marketing ini, istilah yang lebih tepat bukan lagi Brand, Servis, dan Proses, namun menjadi Character, Caring, dan Collaboration. Saya akan jelaskan lebih detil soal ini dalam tulisan-tulisan selanjutnya.



-- Ringkasan tulisan ini bisa dibaca di Harian Kompas --

Hermawan Kartajaya

No comments:

Post a Comment