Monday, December 1, 2008

Dealing with Customer's Life

Mayo Clinic: Dealing with Customer's Life
Tpgimages
/
Artikel Terkait:

* Changi: The Destination Airport
* It's not Service anymore, It's Caring!
* "Face/Off": When John Travolta Becomes Nicolas Cage
* It's not Brand anymore, It's Character!
* Don't Forget the Heart Share!: The SQ006 Case

Hermawan Kartajaya
"Hermawan Kartajaya adalah pakar pemasaran dari Indonesia. Sejak tahun 2002, ia menjabat sebagai Presiden World Marketing Association (WMA) dan oleh The Chartered Institute of Marketing yang berkedudukan di Inggris (CIM-UK) ia dinobatkan sebagai salah satu dari "50 Gurus Who Have Shaped The Future of Marketing". Saat ini ia juga menjabat sebagai Presiden MarkPlus, Inc., perusahaan konsultan pemasaran yang dirintisnya sejak tahun 1989. Selain aktif menulis buku-buku seputar dunia bisnis dan pemasaran Indonesia maupun internasional, ia juga kerap diundang sebagai pembicara dalam berbagai forum di berbagai negara."
(Email : newwave@kompas.co.id)
Senin, 1 Desember 2008 | 06:40 WIB

SEPERTI pernah saya ceritakan sebelumnya, sejak pertengahan Oktober sampai awal November lalu saya pergi ke Amerika. Di situ saya sempat melakukan general check-up di Mayo Clinic di Rochester, Minnesota, Amerika, dari tanggal 20 sampai 24 Oktober. Nah, selama di sinilah saya merasa takjub, betapa proses yang ditunjang dengan teknologi dan manusia (process, people, technology/PPT) menjadikan proses tersebut berlangsung horisontal. Tidak lagi terjadi silo-silo alias vertikal.

Ceritanya begini. Ada dokter koordinator yang namanya Salma Iftikhar, M.D. Setelah bertemu saya, ia kemudian memasukkan semua catatan kesehatan saya ke dalam komputer. Terus ia menentukan, tes apa saja yang harus dilakukan. Juga dokter spesialis apa saja yang harus saya temui. Hebatnya, setiap kali ada tes atau konsultasi, hasilnya bisa langsung masuk ke komputer. Sehingga semua dokter—yang merawat saya semuanya ada 5 dokter—bisa langsung melihat datanya. Komentar mereka juga bisa dimasukkan ke komputer.

Jadi, prosesnya berlangsung sangat efisien dari sisi waktu. Semuanya bisa dilakukan secara paralel. Team work juga bisa jalan walaupun seluruh dokter tadi tidak pernah bertemu sama sekali. Bisa dilihat bagaimana teknologi yang canggih serta orang-orang yang kompeten dan terlatih mampu menjadikan proses berlangsung dengan cepat.

Lantas, bagaimana hasil pemeriksaan saya? Ternyata saya clear 100%, walaupun sudah terkena diabetes selama 24 tahun. Tentu saja saya senang mendengar hasil pemeriksaan dari Mayo Clinic ini. Reputasinya yang sudah tersebar luas membuat para pasien dari seluruh dunia datang ke sini. Sebagai contoh, almarhum Raja Hussein bin Talal dari Yordania juga pernah dirawat di Mayo Clinic ini. Beliau menghabiskan waktu sekitar 6 bulan untuk perawatan penyakit kanker. Namun, karena memang sudah parah, beliau akhirnya kembali ke Yordania dan meninggal di negerinya tersebut.

Yang menarik, saya juga melihat ada pesawat Saudi Arabian Airlines sewaktu mendarat di bandara Rochester yang kecil. Ternyata itu adalah pesawat sewaan (charter flight), yang membawa orang-orang paling kaya di seluruh dunia yang berasal dari Timur Tengah. Padahal, Mayo Clinic ini bisa dibilang tidak pernah menggunakan iklan untuk mempromosikan dirinya. Institusi ini bahkan tidak punya staf marketing sampai tahun 1986. Dan dari tahun 1986 sampai tahun 1992, yang namanya departemen marketing cuma terdiri dari 1 orang!

Nah, kalau dulu orang belajar servis dari hotel, sekarang musti belajar Caring dari hospital business seperti Mayo Clinic ini. Seperti yang dikatakan oleh Leonard L. Berry dan Kent D. Seltman dalam buku yang berjudul Management Lessons from Mayo Clinic, pelanggan institusi kesehatan seperti Mayo Clinic punya karakteristik yang berbeda dibanding industri lain. Di hospital business ini, pelanggan alias pasien sedang sakit sehingga dalam kondisi yang sangat tertekan. Pelanggan juga bukan sekadar mampir layaknya di toko, namun malah bisa menginap di tempat kita.

Lalu, layanan terhadap pelanggan di hospital business ini juga harus sangat personal; bukan hanya kondisi kesehatannya yang diperhatikan, namun juga faktor-faktor seperti usia, status mental, kepribadian, preferensi, pendidikan, situasi keluarga, dan kendala keuangan juga harus diperhatikan. Dan yang tak kalah penting, kalau penanganan pelanggan ini salah, akibatnya bisa sangat fatal.

Bisa dilihat bahwa penanganan pelanggan di sini bukan sekadar layanan biasa, namun harus benar-benar diperhatikan dan dirawat sepenuh hati alias Caring. Tak heran jika kedua penulis tadi, Berry dan Seltman, menyatakan bahwa Mayo Clinic merupakan “one of the world’s most admired service organizations.”

Dr. William J. Mayo, salah seorang pendiri Mayo Clinic, mengatakan pada tahun 1910 bahwa “The best interest of the patient is the only interest to be considered.” Menurutnya, pasien itu bukan seperti kereta, yang bisa diperbaiki komponen-komponennya secara terpisah. Pasien harus diperiksa dan diperlakukan secara keseluruhan, sebagai manusia. Dr. Mayo ini percaya bahwa seorang dokter spesialis harus bekerja sebagai bagian dari sebuah unit kesatuan ketika menangani pasien.

Para dokter di Mayo Clinic ini memang sangat peduli terhadap pasiennya. Mereka sendiri yang menjemput kita dan mengantarkan keluar kamar praktik, bukan perawat. Mereka semua ramah seperti teman sendiri. Sumber daya manusia ini didukung oleh teknologi yang canggih. Beberapa teknologi untuk mendiagnosis pasien dikembangkan oleh IBM yang punya fasilitas manufaktur dan pengembangan di Rochester juga.

Nah, untuk menangani pelanggan dengan sepenuh hati seperti ini, Mayo Clinic mampu mengintegrasikan antara process, people, dan technology (PPT) tadi. Inilah kunci sukses dalam melakukan Caring di era New Wave Marketing.

-- Ringkasan tulisan ini bisa dibaca di Harian Kompas --

Hermawan Kartajaya

No comments:

Post a Comment